apakah PR sama dengan humas?
Dalam
disiplin ilmu komunikasi terdapat berbagai macam pengertian mengenai public
relations(PR) dimana masing-masing praktisi dan akademisi PR tidak memiliki
satu kesepakatan mengenai apa yang dimaksud dengan PR. Masing-masing memiliki
definisi yang berbeda yang tergantung pada pengalamannya dengan aktivitas PR.
Di Indonesia beberapa kalangan menyebut PR memiliki kesamaan dengan humas.
Sementara terdapat beberapa kalangan yang menyebut bahwa PR tidak sama dengan humas.
Menurut
Rumanti (2005) sejarah tumbuh dan berkembangnya PR terutama
di Indonesia tidak lepas dari peran bangsa Belanda. Pada tahun 1948
aktivitas PR di Belanda dikenal sebagai voorlichting yang
berarti penerangan. Penyebutan ini berkaitan dengan fungsi PR di masa itu yang
bertugas memberikan penerangan kepada publik dengan cara memberikan penjelasan
secara menyeluruh mengenai segala sesuatu berkaitan dengan organisasi dan
publiknya.
Aktivitas
ini kemudian diadaptasi oleh Kabinet Juanda dengan membentuk Departemen
Penerangan yang berfungsi untuk memberikan keterangan kepada publik
internasional bahwa di dunia ini telah lahir Negara baru
bernama Indonesia. Selanjutnya PM Juanda menginstruksikan agar setiap
instansi membentuk divisi humas untuk memberikan keterangan kepada seluruh
masyarakat Indonesia bahwa mereka telah merdeka dan tidak lagi berada
dalam kekuasaan Belanda.
Penggunaan
istilah humas untuk mengganti istilah PR tidak menimbulkan permasalahan di masa
lalu, akan tetapi di masa modern saat ini penggantian istilah PR menjadi humas
akan menimbulkan pengertian yang berbeda. Terlebih lagi para professional PR
yang tidak mau disamakan dengan humas.
Semakin
berkembangnya profesi PR menjadikan setiap orang yang berasal dari disiplin ini
menyadari bahwa mereka berbeda dengan humas. Ivy Ledbetter Lee yang dianggap
sebagai Bapak PR telah mengembangkan falsafah PR dalam dua macam aspek dimana
keduanya menunjukkan bahwa PR tidaklah sama dengan humas.
Aspek
pertama, publik yang menjadi sasaran PR adalah publik eksternal dan internal
organisasi. Publik internal adalah orang-orang yang berada dalam organisasi,
seluruh karyawan dan pimpinan puncak hingga seluruh jajaran terbawah. Sedang
publik eksternal adalah orang-orang yang berasal dari luar organisasi yang terkait
dan diharapkan memiliki hubungan dengan organisasi.
Aspek
kedua, kegiatan PR adalah komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik. Ini
berarti dalam penyampaian informasi kepada publik harus terjadi umpan balik.
Dengan demikian aktivitas PR harus dapat menciptakan opini publik yang
merupakan efek dari komunikasi yang dilakukan sebelumnya. Hal ini berbeda
dengan aktivitas komunikasi humas yang bersifat satu arah dalam arti hanya dari
organisasi kepada publik.
Edward L.
Bernays dalam Public Relations Writing (2008) menyatakan bahwa
PR is two way street. PR bukan aktivitas komunikasi satu arah
dimana pimpinan organisasi memanipulasi publik dan opini publik. Namun PR
adalah komunikasi dua arah dimana pimpinan organisasi dan publiknya menemukan
suatu hubungan satu sama lain sehingga tujuan organisasi sejalan dengan tujuan
publik. Ini berarti PR tidak hanya mengkomunikasikan pandangan pimpinan kepada
publik, akan tetapi juga termasuk mengkomunikasikan pandangan publik kepada
pimpinan organisasi. Sehingga tujuan organisasi dan program-program rencana PR
dapat selaras dengan kebutuhan dan harapan publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar